SURVEY PENGETAHUAN KOMPREHENSIF HIV AIDS
Kunjungan Tim P2 HIV AIDS DINKES Prop. KalSel ke SMUN 1 Mantewe |
Kuisioner Survey Pengetahuan Komprehensif HIV AIDS di SMUN 1 Mantewe |
Usia 15-24 tahun
adalah usia yang akan menjadi salah satu target sasaran dalam penggunaan
obat-obatan yang dapat menyebabkan HIV dan AIDS, mengingat usia ini masih
sangat labil dan mudah untuk dipengaruhi. Itu sebabnya, kita harus bisa
membentengi mereka dari pengaruh negatif penggunaan obat-obatan dan pergaulan
yang dapat menyebabkan HIV dan AIDS. Kita tidak menginginkan kurun waktu
2010-2035 yang merupakan periode untuk memperoleh bonus demografi (demografic
dividen) bagi bangsa ini, tapi akibat dari kurangnya pengetahuan tentang bahaya
HIV dan AIDS, banyak populasi usia 15-24 tahun malah menghidap penyakit itu,
sehingga bonus demografi yang diharapkan malah menjadi bencana demografi
(demographic disaster).
Siswa Siswi SMUN1 Mantewe sebagai peserta dalam survey pengetahuan komprehensif HIV AIDS |
Gerakan mondial dalam rangka mengendalikan penyebaran HIV
dan AIDS telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didalam dokumen
Millenium Development Goals atau Tujuan Pembangunan Milenium, khususnya pada
tujuan keenam, yakni “Memerangi berbagai penyakit menular, seperti HIV dan
AIDS,malaria, dan penyakit menular lainnya”. PBB telah menetapkan target
pengendalian penyebaran HIV dan AIDS dan penurunan kasus baru HIV dan AIDS
hingga tahun 2015, termasuk target penurunan prevalensi HIV dan AIDS pada
remaja berusia 15-24 tahun dan peningkatan pengetahuan yang benar dan komprehensif
tentang HIV danAIDS bagi para remaja.
Dalam hal ini, perlu di lakukan upaya intensif dalam rangka
meningkatkan pengetahuan para remaja Indonesia tentang HIV dan AIDS, baik
melalui lembaga pendidikan formal di sekolah-sekolah maupun melalui lembaga pemerintahan
dan lembaga kemasyarakatan dalam melakukan kampanye tentang bahaya HIVdan AIDS
bagi kesehatan manusia. Dalam perspektif penyelenggaraan pemerintahan, urusan
pemerintahan di bidang kesehatan merupakan urusan bersama (concurrent function)
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sehingga setiap Pemerintah
Daerah diwajibkan untuk melakukan upaya pencegahan dan pengendalian penyebaran
HIV dan AIDS dengan melibatkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan
(stakeholders) di bidang pembangunan kesehatan di masing-masing daerah, dan memperkuat kegiatan promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat.
Mari perangi HIV AIDS sedini mungkin, Jauhi penyakitnya,
JANGAN jauhi penderitanya…!!!*edited by. Xander@pkm.mantewe2016
DETEKSI DINI HIV
Deteksi Dini HIV - Puskesmas Mantewe |
Tes deteksi HIV sebaiknya
dilakukan oleh tiap orang yang mencurigai dirinya tertular HIV tanpa
menunggu kemunculan gejala-gejala tertentu.
Agar dapat mendeteksi HIV dengan tepat, tes
deteksi HIV perlu dilakukan pada waktu yang tepat. Umumnya, virus HIV baru akan
terdeteksi dalam tubuh empat minggu setelah terjadi pajanan terhadap virus ini.
Memeriksakan
Diri untuk Deteksi HIV
Banyak orang masih merasa enggan untuk melakukan tes HIV karena stigma yang ada terhadap penyakit ini. Padahal, makin cepat terdeteksi dan ditangani, maka makin efektif hasil pengobatan HIV. Selain itu, dengan mengetahui status HIV, penderitanya dapat menerapkan langkah-langkah pencegahan penyebaran virus ini.
Banyak orang masih merasa enggan untuk melakukan tes HIV karena stigma yang ada terhadap penyakit ini. Padahal, makin cepat terdeteksi dan ditangani, maka makin efektif hasil pengobatan HIV. Selain itu, dengan mengetahui status HIV, penderitanya dapat menerapkan langkah-langkah pencegahan penyebaran virus ini.
Siapa yang Sebaiknya Memeriksakan
Diri?
Sebagian pengidap tidak menyangka bahwa virus HIV telah
bersarang dalam tubuh mereka karena tidak merasakan gejala apa-apa. Ibu hamil
juga disarankan untuk memeriksakan diri dengan tes HIV, sehingga yang
terdeteksi positif dapat menjalani pengobatan sedini mungkin dan mengurangi
risiko penyebaran virus kepada bayinya.
Berikut ini adalah kelompok orang yang dikategorikan
berisiko mengidap HIV
- Mengidap TB, hepatitis atau penyakit menular seksual seperti herpes, sifilis, klamidia, trikomoniasis, atau Gonorhoe.
- Memiliki lebih dari satu pasangan seksual.
- Melakukan hubungan seksual tanpa pengaman seperti kondom dengan orang yang latar belakang seksualnya tidak diketahui dengan pasti.
- Berhubungan seksual dengan pengguna narkoba.
- Pernah menyuntikkan obat-obatan atau berbagi alat suntik dengan orang lain.
- Memiliki ibu yang mengidap HIV.
- Hamil di luar rencana.
- Pernah menerima transfusi darah yang kesterilannya diragukan.
Bagaimana Cara Mengakses Tes
Deteksi HIV?
Tidak semua rumah sakit atau lembaga memberikan layanan tes
HIV. Anda dapat mengakses daftar Rumah Sakit atau Lembaga HIV yang menyediakan
layanan HIV terdekat. Paket tes umumnya dapat terdiri dari: deteksi infeksi
menular seksual (IMS), konseling sebelum tes HIV, tes HIV, dan konseling
setelah tes HIV. Beberapa lembaga memberikan seluruh jenis pelayanan di atas,
sementara yang lain hanya memberikan satu atau dua kelas saja. Sebaiknya
tanyakan terlebih dahulu agar mendapat layanan yang sesuai dengan kebutuhan.
Terdapat beberapa jenis tes untuk mendeteksi HIV, antara
lain:
- Tes standar: pemeriksaan darah untuk mendeteksi antibodi HIV. Dalam waktu 1-6 bulan setelah HIV masuk ke tubuh, tubuh akan memproduksi antibodi sebagai respons terhadap infeksi ini. Oleh karena itu tes ini sebaiknya dilakukan 1 bulan setelah kira-kira terjadi pajanan terhadap virus HIV.
- Tes antibodi cepat: umumnya tes ini merupakan pemeriksaan darah untuk menemukan antibodi HIV dalam darah dan kadang-kadang juga pada air liur. Tes juga hanya akan memberikan hasil yang akurat sebulan setelah terjadinya pajanan terhadap virus HIV.
- Tes antigen HIV: Tes darah ini dapat mendeteksi HIV sekitar 20 hari lebih cepat daripada tes standar. Pemeriksaan dilakukan terhadap antigen HIV, bagian dari virus yang muncul 14-28 hari setelah infeksi.
*koncept from alodokter.com
PITC
Bertempat di Hotel Mercure Banjarmasin, pada tanggal 14-17 maret 2016, Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Selatan mengadakan pelatihan PITC (Provider Initiated Counseling and Testing) bagi petugas kesehatan, baik dokter, perawat, bidan maupun tenaga laboratorium. Pelatihan yang berlangsung selama 4 hari ini, dihadiri kurang lebih 38 peserta, yang berasal dari beberapa Rumah Sakit, Puskesmas dan Dinas Kesehatan di Kabupaten kota, se-Kalimantan Selatan.Di Indonesia dan sebagian besar negara lain, telah diadakan program konseling dan tes HIV sukarela atau VCT (Voluntary Counseling and Testing). Program VCT ini dilakukan secara sukarela dan rahasia. Namun, karena sifatnya sukarela, VCT belum dapat menjaring terlalu luas. Masyarakat belum secara sukarela penuh untuk melakukan VCT karena minimnya pengetahuan, stigma masyarakat, serta perasaan malu dan takut. Hal ini tentu saja diperparah dengan suatu fakta bahwa gejala – gejala penyakit akibat infeksi HIV baru muncul setelah beberapa tahun terinfeksi HIV. Sehingga, para penderita HIV tidak merasa sakit sehingga menambah keengganan mereka untuk melakukan VCT ini.
Penerapan pola VCT yang dijadikan ujung tombak dalam tingkat penemuan kasus penderita HIV di Indonesia belum efektif sebab jangkauan layanan pemeriksaan HIV dengan program VCT masih terbatas. Terlihat dari kesenjangan antara estimasi jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia dengan jumlah orang dengan HIV/AIDS yang menjalani pemeriksaan dan mengakses obat antiretroviral (ARV) gratis dari pemerintah. Dengan mekanisme VCT, provider kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas dan tenaga medis lebih bersifat pasif. Pola VCT ini hanya menghimbau masyarakat secara sukarela untuk memeriksakan diri ke rumah sakit dan bersedia menjalani tes dan konsultasi sehingga penemuan kasus HIV di Indonesia dengan VCT sangat rendah karena stigma dan minimnya pengetahuan menyebabkan banyak orang yang enggan memeriksakan diri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa daya jangkau VCT kurang luas sehingga dibutuhkan konsep lain yang lebih baik.
Oleh karena berbagai
kekurangan dari VCT tersebut, konferensi AIDS Internasional ke-17 di Mexico
menghasilkan suatu usulan untuk mengganti program VCT menjadi PICT (Provider Initiated Counseling and
Testing). Program PICT ini memiliki daya jangkau lebih luas dari
VCT karena inisiatif tes berasal dari petugas kesehatan sehingga mampu
menghindari keterlambatan diagnosis. Peran provider kesehatan dalam PICT lebih
efektif karena merupakan penentu pelaksanaan program ini.
Bagaimana penerapan PICT
ini? Provider kesehatan berperan aktif untuk melihat apakah pasien bersangkutan
memiliki gejala-gejala terinfeksi HIV ataupun faktor risiko tinggi terpapar
HIV. Setiap pasien yang datang ke dokter dengan indikasi gejala-gejala infeksi
HIV dapat segera dideteksi apakah positif atau tidak sehingga deteksi dini HIV
dapat lebih efektif. Penderita penyakit yang memiliki kemungkinan menderita
HIV/ AIDS adalah penderita penyakit infeksi menular seksual (IMS),
tuberculosis, dan beberapa penyakit lainnya. Selain itu, provider kesehatan
juga dapat “menjemput bola” dengan mendatangi orang-orang yang memiliki risiko
tinggi tertular HIV, seperti WPS, lelaki pengguna WPS, homoseksual, pengguna
NAPZA suntik. PICT juga dapat disediakan sebagai salah satu asuhan keperawatan
sebelum melahirkan karena meningkatnya Mother
to Child Transmission (MTCT) pada beberapa tahun terakhir.
Surat izin (informed consent) dari
pasien tidak diperlukan untuk tes HIV dalam PICT ini. Program ini hanya
memberikan alternatif “opt-out” form, dimana pasien berhak menolak melakukan
tes HIV. Konsultasi sebelum tes (pre-test
counseling) juga tidak ada dalam PICT namun hanya ada konsultasi
setelah tes (post-test
counseling) sehingga keputusan untuk pemeriksaan HIV dapat lebih
cepat dilakukan. Walaupun begitu, hak asasi pasien tetap merupakan hal utama
dalam melaksanakan program ini. Keputusan untuk melaksanakan tes HIV merupakan
hak pasien sehingga pasien tetap dapat menolak dengan menulis surat penolakan
tindakan pemeriksaan HIV.
Penyuluhan HIV/AIDS
HIV/AIDS sudah menjadi pandemi menakutkan dalam sejarah manusia. Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan menjadikannnya rentan terhadap segala virus dan bakteri. AIDS adalah penyakit yang berbahaya dan merupakan ancaman latent bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Untuk mencegah penularan HIV/AIDS lebih luas lagi, kita berupaya membangun pengetahuan dan pemahaman yang memadai bagi anak muda dan wanita usia produktif akan kesehatan seksual dan reproduksi, di mana HIV termasuk di dalamnya. Masa muda itu penuh gejolak dan rasa ingin tahunya seputar masalah seksual sangat besar. Bila tidak diberi pemahaman yang benar, kondisi ini bisa sangat membahayakan bagi kehidupan generasi berikutnya.
Sebagai upaya penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, khususnya diwilayah Kecamatan Mantewe, maka pada tanggal 27 Oktober 2015, pengelola program Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS Puskesmas Mantewe; dr.Amroh Musta’idah bersama Alexander MR.AMK menyelenggarakan kegiatan sosialisasi pencegahan HIV/AIDS dibeberapa sekolah yang berada diwilayah kerja Puskesmas Mantewe, dimana kegiatan ini dijadwalkan akan dilaksanakan secara bertahap diseluruh sekolah, SMP dan SMU – sederajat.
Dalam kesempatan ini, selain pembahasan materi HIV/AIDS, pengelola program Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS Puskesmas Mantewe juga membagi-bagikan leaflet yang berisi informasi mengenai HIV/AIDS kepada para pelajar.
Adapun materi yang dibahas dalam kegiatan ini adalah adalah tentang pengertian dan perbedaan HIV/AIDS, bagaimana perjalanan penyakit,tanda dan gejalanya, bagaimana cara penularannya, siapa saja yang dapat tertular, bagaimana cara pencegahannya, dan apa saja peran remaja dalam pencegahan HIV/AIDS. Selain materi tentang HIV/AIDS, dr.Amroh Musta’idah selaku dokter Puskesmas Mantewe dan selaku pengelola program Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS Puskesmas Mantewe juga menambahkan beberapa materi mengenai bahaya Narkoba dikalangan remaja.
Pada masa remaja, keinginan untuk mencoba-coba, dan mengikuti trend gaya hidup, serta keinginan bersenang-senang besar sekali. Walaupun semua kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal itu bisa juga memudahkan generasi muda untuk terdorong menyalahgunakan narkoba. Data yang ada menunjukkan bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak diseluruh belahan bumi adalah kelompok usia muda, yaitu remaja. Masalah akan menjadi lebih berbahaya lagi bila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan menularkan HIV/AIDS di kalangan muda. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui jarum suntik secara bergantian. Bangsa ini akan kehilangan banyak sekali generasi muda akibat penyalahgunaan narkoba dan merebaknya HIV/AIDS.
Oleh karena itu, kami selaku pengelola program Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS Puskesmas Mantewe, menghimbau kepada seluruh generasi muda sebagai generasi pemimpin peradaban, untuk BERANI dalam ikut berperan konstant untuk mencegah HIV/AIDS, dan menjauhi Narkoba.
27/10/2015- hivmantewe/alexander MR,AMK-PKM Mantewe
Langganan:
Postingan (Atom)